MENGENAL LEBIH DALAM 7 LATIFAH
MENGENAL LEBIH DALAM 7 LATIFAH
1. Latifatul-qolby Di sini letaknya sifat-sifat syetan,
iblis, kekufuran, kemusyrikan, ketahayulan dan lain-lain, letaknya dua jari
dibawah susu sebelah kiri, Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya, Insya Allah
pada tingkat ini diganti dengan Iman, Islam, Ihsan, Tauhid dan Ma’rifat.
2. Latifatul-roh Di sini letaknya sifat bahimiyah (binatang
jinak) menuruti hawa nafsu, , letaknya dua jari dibawah susu sebelah kanan,
Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah di isi dengan khusyu’ dan
tawadhu’.
3. Latifatus-sirri Di sini letaknya sifat-sifat syabiyah
(binatang buas) yaitu sifat zalim atau aniaya, pemarah dan pendendam, ,
letaknya dua jari diatas susu sebelah kiri, Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya
Insya Allahdiganti dengan sifat kasih sayang dan ramah tamah.
4. Latifatul-khafi Di sini letaknya sifat-sifat pendengki,
khianat dan sifat-sifat syaitoniyah, letaknya dua jari diatas susu sebelah
kanan, Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti dengan
sifat-sifat syukur dan sabar.
5. Latifatul-akhfa Di sini letaknya sifat-sifat robbaniyah
yaitu riya’, takabbur, ujub, suma’ dan lain-lain, , letaknya ditengah-tengah
dada, Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti dengan
sifat-sifat ikhlas, khusyu’, tadharru’ dan tafakur.
6. Latifatun-nafsun-natiqo Di sini letaknya sifat-sifat
nafsu amarrah banyak khayalan dan panjang angan-angan, , letaknya tepat
diantara dua kening, Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti
dengan sifat-sifat tenteram dan pikiran tenang.
7. Latifah kullu-jasad Di sini letaknya sifat-sifat jahil
“ghaflah” kebendaan dan kelalaian, , letaknya diseluruh tubuh mengendarai semua
aliran darah kita yang letak titik pusatnya di tepat ditengah-tengah ubun-ubun
kepala kita, Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti dengan
sifat-sifat ilmu dan amal.
Mengenal lathifah lathifah batin dan tarekat sufi
Acuan dalam pengamalan tarekat bertumpu kepada tradisi dan
akhlak nubuwah (kenabian), dan mencakupsecara esensial tentang jalan sufi dalam
melewati maqomat dan ahwal tertentu. Setelah ia tersucikan jasmaniahnya,
kemudian melangkah kepada aktivitas-aktivitas, yang meliputi:
Pertama, tazkiyah an nafs atau pensucian jiwa, artinya
mensucikan diri dari berbagai kecenderungan buruk, tercela, dan hewani serta menghiasinya
dengan sifat sifat terpuji dan malakuti.
Kedua, tashfiyah al qalb, pensucian kalbu. Ini berarti
menghapus dari hati kecintaan akan kenikmatan duniawi yang sifatnya sementara
dan kekhawatirannya atas kesedihan, serta memantapkan dalam tempatnya kecintaan
kepada Allah semata.
Ketiga, takhalliyah as Sirr atau pengosongan jiwa dari
segenap pikiran yang bakal mengalihkan perhatian dari dzikir atau ingat kepada
Allah.
Keempat, tajalliyah ar Ruh atau pencerahan ruh, berarti
mengisi ruh dengan cahaya Allah dan gelora cintanya.
- Qasrun = Merupakan unsur jasmaniah, berarti istana yang menunjukan betapa keunikan struktur tubuh manusia.
- Sadrun = (Latifah al-nafs) sebagai unsur jiwa
- Qalbun = (Latifah al-qalb) sebagai unsur rohaniah
- Fuadun = (Latifah al-ruh) Unsur rohaniah
- Syaghafun = (Latifah al-sirr) unsur rohaniah
- Lubbun = (Latifah al-khafi) unsur rohaniah
- Sirrun = (Latifah al-akhfa) unsur rohaniah.
Hal ini relevan dengan firman Allah SWT dalam hadist qudsi:
“Aku jadikan pada tubuh anak Adam (manusia) itu qasrun (istana), di situ ada
sadrun (dada), di dalam dada itu ada qalbu (tempat bolak balik ingatan), di
dalamnya ada lagi fuad (jujur ingatannya), di dalamnya pula ada syaghaf
(kerinduan), didalamnya lagi ada lubbun (merasa terialu rindu), dan di dalam
lubbun ada sirrun (mesra), sedangkan di dalam sirrun ada “Aku”. Ahmad
al-Shirhindi dalam Kharisuddin memaknai hadist qudsi di atas melalui sistem interiorisasi
dalam diri manusia yang strukturnya dapat diperhatikan dalam gambar di atas.
Pada dasarnya lathifah-lathifah tersebut berasal dari alam amri (perintah)
Allah : “Kun fayakun”, yang artinya, “jadi maka jadilah” (QS : 36: 82)
merupakan al-ruh yang bersifat immaterial. Semua yang berasal dari alam
al-khalqi (alam ciptaan) bersifat material.
Karena qudrat dan iradat Allah ketika Allah telah menjadikan
badan jasmaniah manusia, selanjutnya Allah menitipkan kelima lathifah tersebut
ke dalam badan jasmani manusia dengan keterikatan yang sangat kuat.
Lathifah-lathifah itulah yang mengendalikan kehidupan batiniah seseorang, maka
tempatnya ada di dalam badan manusia. Lathifah ini pada tahapan selanjutnya
merupakan istilah praktis yang berkonotasi tempat. Umpamanya lathifah al-nafsi
sebagai tempatnya al-nafsu al-amarah. Lathifah al-qalbi sebagai tempatnya nafsu
al-lawamah. Lathifah al-Ruhi sebagai tempatnya al-nafsu al-mulhimmah, dan
seterusnya. Dengan kata lain bertempatnya lathifah yang bersifat immaterial ke dalam
badan jasmani manusia adalah sepenuhnya karena kuasa Allah. Lathifah sebagai
kendaraan media bagi ruh bereksistensi dalam diri manusia yang bersifat
barzakhiyah (keadaan antara kehidupan jasmaniah dan rohaniah).
Pada hakekatnya penciptaan ruh manusia (lima lathifah),
tidak melalui sistem evolusi. Ruh ditiupkan oleh Allah kedalam jasad manusia
melalui proses. Ketika jasad Nabi Adam a.s telah tercipta dengan sempurna, maka
Allah memerintahkan ruh Nya untuk memasuki jasad Nabi Adam a.s. Maka dengan enggan
ia menerima perintah tersebut. Ruh memasuki jasad dengan berat hati karena
harus masuk ke tempat yang gelap. Akhirnya ruh mendapat sabda Allah: “Jika
seandainya kamu mau masuk dengan senang, maka kamu nanti juga akan keluar
dengan mudah dan senang, tetapi bila kamu masuk dengan paksa, maka kamupun akan
keluar dengan terpaksa”. Ruh memasuki melalui ubun-ubun, kemudian turun sampai
ke batas mata, selanjutnya sampai ke hidung, mulut, dan seterusnya sampai ke
ujung jari kaki.
Setiap anggota tubuh Adam yang dilalui ruh menjadi hidup,
bergerak, berucap, bersin dan memuji Allah. Dari proses inilah muncul sejarah
mistis tentang karakter manusia, sejarah salat (takbir, ruku dan sujud), dan
tentang struktur ruhaniah manusia (ruh, jiwa dan raga). Bahkan dalam al Qur’an
tergambarkan ketika ruh sampai ke lutut, maka Adam sudah tergesa gesa ingin
berdiri. Sebagaimana firman Allah : “Manusia tercipta dalam ketergesa-gesaan”
(Q.S.21:37). Pada proses penciptaan anak Adam pun juga demikian, proses
bersatunya ruh ke dalam badan melalui tahapan. Ketika sperma berhasil bersatu
dengan ovum dalam rahim seorang ibu, maka terjadilah zygot (sel calon janin
yang diploid ). Ketika itulah Allah meniupkan sebagian ruhnya (QS : 23 : 9),
yaitu ruh al-hayat. Pada tahapan selanjutnya Allah menambahkan ruhnya, yaitu
ruh al-hayawan, maka jadilah ia potensi untuk bergerak dan berkembang, serta
tumbuh yang memang sudah ada bersama dengan masuknya ruh al-hayat.
Sedangkan tahapan selanjutnya adalah peniupan ruh yang
terakhir, yaitu ketika proses penciptaan fisik manusia telah sempurna (bahkan
mungkin setelah lahir). Allah meniupkan ruh al-insan (haqiqat Muhammadiyah).
Maka dengan ini, manusiadapat merasa dan berpikir. Sehingga layak menerima
taklif syari’ (kewajiban syari’at) dari Allah dan menjadi khalifah Nya. Itulah
tiga jenis ruh dan nafs yang ada dalam diri manusia, sebagai potensi yang
menjadi sudut pandang dari fokuspembahasan lathifah (kesadaran).
Lima lathifah yang ada di dalam diri manusia itu adalah
tingkatan kelembutan kesadaran manusia. Sehingga yang dibahas bukan hakikatnya,
karena hakikat adalah urusan Tuhan (QS : 17 : 85), tetapi aktivitas dan
karakteristiknya. Lathifah al-qalb, bukan qalb (jantung) jasmaniah itu sendiri,
tetapi suatu lathifah (kelembutan), atau kesadaran yangbersifat robbaniyah
(ketuhanan) dan ruhaniah. Walaupun demikian, ia berada dalam qalb (jantung)
manusia sebagai media bereksistensi. Menurut Al Ghazall, di dalam jantung
itulah memancarnya ruh manusia itu. Lathifah inilah hakikatnya manusia. Ialah
yang mengetahui, dia yang bertanggung jawab, dia yang akan disiksa dan diberi
pahala.
Lathifah ini pula yang dimaksudkan sabda Nabi “Sesungguhnya
Allah tidak akan memandang rupa dan hartamu, tetapi ia memandang hatimu”.
Latifiah al-qalb bereksistensi di dalam jantung jasmani manusia, maka jantung
fisik manusia ibaratnya sebagai pusat gelombang, sedangkan letak di bawah susu
kiri jarak dua jari (yang dinyatakan sebagai letaknya lathifah al-qalb) adalah
ibarat “channelnya”. Jika seseorang ingin berhubungan dengan lathifah ini, maka
ia harus berkonsentrasi pada tempat ini. Lathifah ini memiliki nur berwarna
kuning yang tak terhinggakan (di luar kemampuan indera fisik).
Demikian juga dengan lathifah al-ruh, dia bukan ruh atau
hakikat ruh itu sendiri. Tetapi lathifah al-ruh adalah suatu identitas yang
lebih dalam dari lathifah al-qalb. Dia tidak dapat diketahui hakikatnya, tetapi
dapat dirasakan adanya, dan diketahui gejala dan karakteristiknya. Lathifah ini
terletak di bawah susu kanan jarak dua jari dan condong ke arah kanan. Warna
cahayanya merah yang tak terhinggakan. Selain tempatnya sifat-sifat yang baik,
dalam lathifah ini bersemayam sifat bahimiyah atau sifat binatang jinak. Dengan
lathifah ini pula seorang salik akan merasakan fana al-sifat (hanya sifat Allah
sajayang kekal), dan tampak pada pandangan batiniah.
Lathifah al-sirri merupakan lathifah yang paling dalam,
terutama bagi para sufi besar terdahulu yang kebanyakan hanya menginformasikan
tentang tiga lathifah manusia, yaitu qalb, ruh dan sirr. Sufi yang pertama kali
mengungkap sistem interiorisasi lathifah manusia adalah Amir Ibn Usman Al Makki
(w. 904 M), yang menurutnya manusia terdiri dari empat lapisan kesadaran, yaitu
raga, qalbu, ruh dan sirr. Dalam temuan Imam al Robbani al Mujaddid, lathifah
ini belum merupakan latifiah yang terdalam. Ia masih berada di tengah tengah
lathifah al ruhaniyat manusia. Tampaknya inilah sebabnya sehingga al Mujaddid
dapat merasakan pengalaman spiritual yang lebih tinggi dari para sufi
sebelumnya, seperti Abu Yazid al Bustami, al-Hallaj (309 H),dan Ibnu Arabi (637
H).
Setelah ia mengalami “ittihad” dengan Tuhan, ia masih
mengalami berbagai pengalaman ruhaniah, sehingga pada tataran tertinggi manusia
ia merasakan sepenuhnya, bahwa abid dan ma’bud adalah berbeda, manusia adalah
hamba, sedangkan Allah adalah Tuhan. Hal yang diketahui dari lathifah ini
adalah, ia memiliki nur yang berwarna putih berkilauan. Terletak di atas susu
kiri jarak sekitar dua jari, berhubungan dengan hati jasmaniah (hepar).
Selain lathifah ini merupakan manifestasi sifat-sifat
yangbaik, ia juga merupakan sarangnya sifat sabbu’iyyah atau sifat binatang
buas. Dengan lathifah ini seseorang salik akan dapat merasakan fana’ fi
al-dzat, dzat Allah saja yang tampak dalam pandangan batinnya. Lathifah
al-khafi adalah lathifah al-robbaniah al-ruhaniah yang terletak lebih dalam
dari lathifah al-sirri. Penggunaan istilah ini mengacu kepada hadis Nabi :
“Sebaik-baik dzikir adalah khafi dan sebaik baik rizki adalah yang mencukupi”.
Hakikatnya merupakan rahasia Ilahiyah.
Tetapi bagi para sufi, keberadaanya merupakan kenyataan yang
tidak dapat dipungkiri.Cahayanya berwarna hitam, letaknya berada di atas susu
sebelah kanan jarak dua jari condong ke kanan, berhubungan dengan limpa
jasmani. Selain sebagai realitas dari nafsu yang baik, dalam lathifah ini
bersemayam sifat syaithoniyyah seperti hasad, kibir (takabbur, sombong),
khianat dan serakah. Lathifah yang paling lembut dan paling dalam adalah
lathifah al-akhfa. Tempatnya berada di tengah-tengah dada dan berhubungan
dengan empedu jasmaniah manusia. Lathifah ini memiliki nur cahaya berwarna
hijau yang tak terhinggakan.Dalam lathifah ini seseorang salik akan dapat
merasakan ‘isyq (kerinduan) yang mendalam kepada Nabi Muhammad s.a.w. sehingga
sering-sering ruhaniah Nabi datang mengunjungi,.
Relevan dengan pendapat al-Qusyairi yang menegaskan tentang tiga alat dalam tubuh manusia dalam upaya kontemplasi, yaitu: Pertama qalb yang berfungsi untuk mengetahui sifat-sifat Allah. Kedua, ruh berfungsi untuk mencintai Allah, dan Ketiga, sirr berfungsi untuk melihat Allah. Dengan demikian proses ma’rifat kepada Allah menurut al Qusyairi dapat digambarkan sebagai berikut dibawah ini. Aktivitas spiritual itu mengalir di dalam kerangka makna dan fungsi rahmatan lil ‘alamin; Tradisi kenabian pada hakekatnya tidak lepas dari mission sacred, misi yang suci tentang kemanusiaan dan kealam semestaan untuk merefleksikan asma Allah.
Komentar
Posting Komentar